Poligami dan Prularisme Agama Menurut As-Sya’rawi
Studi Atas Karakteristik Penafsiran Kitab Mutawalli As-Sya’rawi
Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’râwi (16 April 1911 M. – 17 Juni 1998 M.) merupakan salah satu ahli tafsir Alquran yang terkenal pada masa modern dan merupakan Imam pada masa kini, beliau memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan masalah agama dengan sangat mudah dan sederhana, beliau juga memiliki usaha yang luar biasa besar dan mulia dalam bidang dakwah Islam. Beliau dikenal dengan metodenya yang bagus dan mudah dalam menafsirkan Alquran, dan memfokuskannya atas titik-titik keimanan dalam menafsirkannya, hal tersebutlah yang menjadikannya dekat dengan hati manusia, terkhusus metodenya sangat sesuai bagi seluruh kalangan dan kebudayaan, sehingga beliau dianggap memiliki kepribadian muslim yang lebih mencintai dan menghormati Mesir dan dunia arab. Oleh karena itu beliau diberi gelar Imam Ad-Du'âti ( Pemimpin Para Da'i).
A. Biografi As-Sa’rawi
1. Kelahiran dan Pendidikan
Muhammad Mutawalli Asy-Sya’râwi dilahirkan pada tanggal 16 April tahun 1911 M. di desa Daqadus, distrik Mith Ghamr, provinsi Daqahlia, Republik Arab Mesir. Ia berasal dari lingkungan keluarga pas-pasan; tidak kaya tidak miskin. Meskipun demikian, beliau termasuk keturunan ahl bait. Dimana garis keturunan ibunya berakhir pada imam Husain bin Ali.
Daqadus kota kelahiranya memiliki pesona tersendiri. Disebelah barat desa ini mengalir sungai Nil yang membuat desa ini menjadi lahan subur untuk pertanian. Kenyataaan ini memebawa sebagian besar warganya bermata pencarian sebagai petani lemon dan gandum. Tidak pernah terlintas sedikitpun dalam hati Sya’rawi untuk meninggalkan desa subur yang sangat di cintainya. Ia ingin bertani seperti ayahnya. Begitu cintanya kepada desanya ini, pernah suatu ketika masih belajar di al-Azhar, Sya’rawi mengirim surat kepada ayahnya. Dalam suratnya, Sya’rawi mengancam utuk keluar dari al-Azhar kalau ayahnya tidak membelikan beberapa kitab yang waktu itu mugkin untuk ukuran ayahnya sebagai petani sederhana sangat berat untuk dipenuhi.Al-Sya’rawi berharap dengan permintaannya yang berat itu, ayahnya membiarkannya untuk pulang kembali ke desanya dan tidak lagi meneruskan kuliahnya di al-Azhar. Akan tetapi ancamannya tidak berhasil karena ayahnya mengabulkan permintaannya itu. Malah setelah memiliki beberapa kitab mahal tersebut, al-Sya’rawi semakin terpacu untuk belajar lebih giat lagi.
Dalam usia 11 tahun beliau sudah hafal Alquran. Syekh Asy-Sya’râwi terdaftar di Madrasah Ibtidaiyah al-Azhar, Zaqaziq pada tahun 1926 M. Sejak beliau kecil, sudah timbul kecerdasannya dalam menghafal sya'ir (puisi) dan pepatah arab dari sebuah perkataan dan hikmah, kemudian mendapatkan ijazah Madrasah Ibtidaiyah al-Azhar pada tahun 1923 M. Dan memasuki Madrasah Tsanawiyah (lembaga pendidikan menengah), bertambahlah minatnya dalam syair dan sastra, dan beliau telah mendapatkan tempat khusus di antara rekan-rekannya, serta terpilih sebagai ketua persatuan mahasiswa dan menjadi ketua perkumpulan sastrawan di Zaqaziq. Dan bersamanya pada waktu itu Dr. Muhammad Abdul Mun’im Khafaji, penyair Thahir Abu Fasya, Prof. Khalid Muhammad Khalid, Dr. Ahmad Haikal dan Dr. Hassan Gad. Mereka memperlihatkan kepadanya apa yang mereka tulis. Hal itulah yang menjadi titik perubahan kehidupan Syekh Asy-Sya’râwi, ketika orang tuanya ingin mendaftarkan dirinya di al-Azhar, Kairo. Syekh Asy-Sya’râwi ingin tinggal dengan saudara-saudaranya untuk bertani, namun orang tuanya mendesaknya untuk menemaninya ke Kairo, dan membayar segala keperluan serta mempersiapkan tempat untuk tempat tinggalnya. Syekh Asy-Sya’râwi memberikan syarat kepada orang tuanya agar membelikan sejumlah buku-buku induk dalam literatur klasik, bahasa, sains Alquran, tafsir, hadits, sebagai jenis dari melemahkannya sampai orang tuanya merestuinya dengan sekembalinya ke desa asal. Tetapi ayahnya cerdas pada trik tersebut, dan membeli apa yang diminta kepadanya, sambil mengatakan: “Aku tahu anakku bahwa semua buku-buku tersebut tidak diwajibkan untuk kamu, tapi aku memilih untuk membelinya dalam rangka memberikan ilmu pengetahuan yang menarik agar kamu haus dengan ilmu”. Tidak ada di hadapan Syekh, kecuali untuk patuh kepada ayahnya, dan menjadi sebuah tantangan keinginan untuk kembali ke desa dengan cara mengeruk ilmu sebanyak-banyaknya serta menelan sekaligus semua yang terjadi padanya dari ilmu-ilmu di depan matanya. Asy-Sya’râwi terdaftar di Fakultas Bahasa Arab tahun 1937 M., dan beliau sibuk dengan gerakan nasional dan gerakan al-Azhar. Pada tahun 1919 M. revolusi pecah di al-Azhar, kemudian al-Azhar mengeluarkan pengumuman yang mencerminkan kejengkelan orang Mesir melawan penjajah Inggris. Institut Zaqaziq tidak jauh dari benteng al-Azhar yang luhur di Kairo, Syekh Asy-Sya’râwi bersama rekan-rekannya berjalan menuju halaman al-Azhar dan sekitarnya, dan menyampaikan orasi dari sesuatu yang mendemonstrasikannya pada penahanan yang lebih dari sekali, dan pada saat itu beliau sebagai Ketua Persatuan Mahasiswa pada tahun 1934 M.
2. Fase Karir
Syekh Asy-Sya’râwi tamat pada tahun 1940 M. Dan meraih gelar strata satunya serta diizinkan mengajar pada tahun 1943 M. Setelah tamat Syekh Asy-Sya’râwi ditugaskan ke pesantren agama di Thanta. Setelah itu beliau dipindahkan ke pesantren agama di Zaqaziq, kemudian pesantren agama di Iskandaria. Setelah masa pengalaman yang panjang, Syekh Asy-Sya’râwi pindah untuk bekerja di Saudi Arabia pada tahun 1950 M. sebagai dosen syari'ah di Universitas Ummu al-Qurro. Dan Syekh Asy-Sya’râwi terpaksa mengajar materi aqidah meskipun spesialisasinya dalam bidang bahasa, dan pada dasarnya ini menimbulkan kesulitan yang besar, akan tetapi Syekh Asy-Sya’râwi bisa mengatasinya dengan keunggulan yang ada pada dirinya dengan prestasi yang tinggi, dan karena pengaruh itu Presiden Jamal Abdul Naser melarang Syekh Asy-Sya’râwi untuk kembali ke Saudi Arabia. Dan pada tahun 1963 M. terjadi perselisihan antara Presiden Jamal Abdul Naser dan Raja Saudi. Setelah itu Syekh Asy-Sya’râwi mendapatkan penghargaan dan ditugaskan di Kairo sebagai Direktur di kantor Syekh al-Azhar Syekh Husein Ma'mun. Kemudian Syekh Asy-Sya’râwi pergi ke Algeria sebagai ketua duta al-Azhar di sana dan menetap selama tujuh tahun, dan kembali lagi ke Kairo untuk ditugaskan sebagai Kepala Departemen Agama provinsi Gharbiyah, kemudian beliau menjadi Wakil Dakwah dan Pemikiran, serta menjadi utusan al-Azhar untuk kedua kalinya ke Kerajaan Saudi Arabia, mengajar di Universitas King Abdul Aziz. Pada bulan November 1976 M. Perdana Menteri Sayyid Mamduh Salim memilih anggota kementeriannya, Syekh Asy-Sya’râwi ditugaskan untuk Departemen (urusan) Wakaf dan Urusan al-Azhar ( setingkat Menteri Agama di Indonesia) sampai bulan Oktober 1978 M. Setelah meninggalkan pengaruh yang bagus bagi kehidupan ekonomi di Mesir, beliaulah yang pertama kali mengeluarkan keputusan menteri tentang pembuatan bank Islam pertama di Mesir yaitu Bank Faisal, dan ini merupakan wewenang Menteri Ekonomi dan Keuangan Dr. Hamid Sayih pada masa ini yang diserahkan kepadanya dan disetujui oleh anggota parlemen Mesir.
3. Keluarga Syekh Asy-Sya’râwi
Beliau telah menikah tatkala sekolah dasar karena kemauan orang tuanya yang telah memilih pasangan untuknya, dan Syekh Asy-Sya’râwi setuju atas pilihan orang tuanya tersebut, dan itu pilihan yang bagus yang tidak mengecewakan kehidupannya. Kemudian beliau dikaruniai tiga orang putra dan dua orang putri. Anak laki-lakinya: Sami, Abdul Rahim dan Ahmad. Dan anak perempuannya: Fathimah dan Sholihah. Syekh Asy-Sya’râwi berpendapat bahwa sesungguhnya faktor utama keberhasilan pernikahan adalah ikhtiar dan kerelaan kedua belah pihak. Mengenai pendidikan anaknya dia berkata: Yang terpenting dalam mendidik anak adalah suri tauladan, seandainya didapatkan suri tauladan yang baik maka seorang anak akan menjadikannya sebagai contoh, kemudian tindakan apapun terhadap tingkah laku yang jelek memungkinkan akan menghancurkannya. Maka seorang anak harus dicermatinya dengan baik, dan di sana terdapat perbedaan antara mengajari anak dan mendidiknya sebagai barometer kehidupan. Seorang anak jika tidak bergerak kemampuannya dan bersiap untuk menerima dan menampung sesuatu yang disekitarnya, artinya apabila tidak siap telinganya untuk mendengar, dan kedua matanya untuk melihat, dan hidungnya untuk mencium, dan ujung-ujung jarinya untuk menyentuh, maka kita wajib menjaga seluruh kemampuannya dengan tingkah laku kita yang mendidik bersamanya dan di depannya. Oleh karena itu, kita harus menjaga telinganya dari setiap perkataan yang jelek, dan menjaga matanya dari setiap pemandangan yang merusak. Dan apabila kita ingin mendidik anak-anak kita dengan pendidikan islami, caranya dengan menerapkan ajaran Islam dalam menunaikan setiap kewajiban, terampil dalam bekerja, menunaikan salat pada waktunya, dan ketika kita memulai makan maka kita memulainya dengan menyebutkan Bismillah, dan ketika kita selesai makan maka kita mengucapkan Alhamdulillah. Apabila anak melihat kita dan kita mengerjakan yang demikian itu maka dia akan mengikutinya juga yang lainnya. Tapi jika anak itu tidak mengambil pelajaran dalam hal ini, maka tindakan lebih penting daripada omongan belaka.
4. Penghargaan yang pernah diraihnya
Imam Asy-Sya’râwi diberikan tanda penghargaan pertama pada usia pensiunnya pada tanggal 15 Maret 1976 M. sebelum ditugaskan menjadi Menteri Wakaf dan Urusan al-Azhar. Mendapatkan penghargaan nasional tingkat pertama pada tahun 1983 M. dan tahun 1988 M., dan pada hari Da'i Nasional beliau mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa pada bidang sastra dari Universitas Manshurah dan Universitas al-Azhar Daqahlia. Organisasi Konferensi Islam di Makkah al-Mukarramah memilihnya sebagai anggota komite tetap untuk konferensi keajaiban ilmu dalam Alquran dan Sunnah Nabawi, yang disusun oleh Organisasi Konferensi Islam, dan beliau ditugaskan untuk memilih juri-juri pada bidang agama dan keilmuan yang berbeda-beda, untuk menilai makalah-makalah yang masuk dalam konferensi. Sejumlah karya-karya universitas menulis tentang dirinya di antaranya tesis magister mengenainya di Universitas Minya, Fakultas Pendidikan, Jurusan Dasar-dasar Pendidikan, dan tesis tersebut mencakup informasi dari pendapat-pendapat pendidikan pada Syekh Asy-Sya’râwi dalam faktor perkembangan pendidikan modern di Mesir. Provinsi Daqahlia menjadikannya sebagai tokoh pameran kebudayaan pada tahun 1989 M. dan yang diselenggarakan setiap tahun untuk memberikan penghargaan putra-putri Daqahlia. Provinsi Daqahlia mempublikasikan suatu perlombaan untuk meraih penghargaan penghormatan dan motifasi tentang kehidupannya, pekerjaannya dan tingkatannya dalam dakwah Islam pada lingkup Nasional dan Internasional, dan diberikan uang yang berlimpah bagi yang mengikuti perlombaan tersebut.
5. Hasil Karya Syekh Asy-Sya’râwi
Sebagaimana diketahui bahwa hamper seluruh karya-karya al-Sya’awi dalam bentuk buku, berasl dari ceramah-ceramahnya yang kemudian diedit oleh orang lain. Hasil editan ini sebagian besar kemudian diberi pengantar singkat oleh al-Saya’rawi bahwa karya tersebut adalah hasil ceramahnya.
Berikut ini beberapa karya-karya tersebut:
a. Al-Isrâu wa al- Mi'râju (Isra dan Mi'raj),
b. Asrâru Bismillâhirrahmânirrahîmi (Rahasia dibalik kalimat Bismillahirrahmanirrahim),
c. Al-Islâmu wa al-Fikru al-Mu'ashiri (Islam dan Pemikiran Modern),
d. Al-Islâmu wa al-Mar'átu, 'Aqîdatun wa Manĥajun (Islam dan Perempuan, Akidah dan Metode),
e. Asy- Syûrâ wa at-Tasyrî'u fî al-Islâmi (Musyawarah dan Pensyariatan dalam Islam),
f. Ash-Shalâtu wa Arkânu al-Islâmi (Shalat dan Rukun-rukun Islam),
g. Ath-Tharîqu ila Allâh (Jalan Menuju Allah),
h. Al-Fatâwâ (Fatwa-fatwa),
i. Labbayka Allâhumma Labbayka (Ya Allah Kami Memenuhi Panggilan-Mu),
j. Suâlu wa Jawâbu fî al-Fiqhi al-Islâmî 100 (100 Soal Jawab Fiqih Islam),
k. Al-Mar'átu Kamâ Arâdahâ Allâhu (Perempuan Sebagaimana Yang Diinginkan Allah),
l. Mu'jizatu al-Qurâni (Kemukjizatan Alquran),
m. Min Faydhi al-Qurâni (Diantara Limpahan Hikmah Alquran),
n. Nazharâtu al-Qurâni (Pandangan-pandangan Alquran),
o. 'Ala Mâídati al-Fikri al-Islâmî (Di atas Hidangan Pemikiran Islam),
p. Al-Qadhâu wa al-Qadaru (Qadha dan Qadar),
q. Ĥâdzâ Ĥuwa al-Islâmu (Inilah Islam),
r. Al-Muntakhabu fi Tafsîri al-Qurâni al-Karîmi (Pilihan dari Tafsir Alquran Alkarim).
B. Mengenal Kitab al-Sya’rawi
1. Negara Asal Pengarang
Muhammad Mutawalli Asy-Sya’râwi dilahirkan pada tanggal 16 April tahun 1911 M. di desa Daqadus, distrik Mith Ghamr, provinsi Daqahlia, Republik Arab Mesir. Republik Arab Mesir, lebih dikenal sebagai Mesir, (bahasa Arab: مصر, Masr) adalah sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika bagian timur laut.
Dengan luas wilayah sekitar 997.739 km² Mesir mencakup Semenanjung Sinai (dianggap sebagai bagian dari Asia Barat Daya), sedangkan sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika Utara. Mesir berbatasan dengan Libya di sebelah barat, Sudan di selatan, jalur Gaza dan Israel di utara-timur. Perbatasannya dengan perairan ialah melalui Laut Tengah di utara dan Laut Merah di timur.
Mayoritas penduduk Mesir menetap di pinggir Sungai Nil (sekitar 40.000 km²). Sebagian besar daratan merupakan bagian dari gurun Sahara yang jarang dihuni.
Mesir terkenal dengan peradaban kuno dan beberapa monumen kuno termegah di dunia, misalnya Piramid Giza, Kuil Karnak dan Lembah Raja serta Kuil Ramses. Di Luxor, sebuah kota di wilayah selatan, terdapat kira-kira artefak kuno yang mencakup sekitar 65% artefak kuno di seluruh dunia. Kini, Mesir diakui secara luas sebagai pusat budaya dan politikal utama di wilayah Arab dan Timur Tengah
Berikut Adalah Data dari Republik Arab Mesir:
جمهوريّة مصر العربيّة
Gumhūriyyat Misr al-’Arabiyya
Bendera
Lagu kebangsaan: Biladi, Biladi, Biladi
Ibu kota
(dan kota terbesar)
Kairo
Bahasa resmi
Arab
Pemerintahan
Republik
- Presiden
Hosni Mubarak
- Perdana Menteri
Ahmed Nazif
Kemerdekaan
- - Disetujui
- Deklarasi Dari Britania Raya
28 Februari 1922
18 Juni 1953
Luas
- Total 997,739 km2 (30)
- Air (%)
0,6%
Penduduk
- Perkiraan 2005 77.505.756 (15)
- Sensus 2004
76.117.420
- Kepadatan
77/km2 (93)
PDB (KKB)
Perkiraan 2005
- Total US$282,3 miliar (31)
- Per kapita
US$1.350 (115)
Mata uang
Pound (EGP)
Zona waktu
(UTC+2)
- Musim panas (DST)
(UTC+3)
Domain Internet
.eg
Kode telepon
20
2. Proses Penulisan
Nama Tafsir al-Sya'rawi diambilkan dari nama asli pemiliknya yakni al-Sya'rawi. Menurut Muhammad ‘Ali Iyazi judul yang terkenal dari karya ini adalah Tafsir al-Sya'rawi Khawatir al-Sya'rawi Haula al-Qur'an al-Karim. Pada mulanya, tafsir ini hanya diberi nama Khawatir al-Sya'rawi yang dimaksudkan sebagai sebuah perenungan (Khawatir) dari diri al-Sya'rawi terhadap ayat-ayat al-Qur'an yang tentunya bisa saja salah dan benar.
Kitab ini merupakan hasil kreasi yang dibuat oleh murid al-Sya'rawi yakni Muhammad al-Sinrawi, ‘Abd al-Waris al-Dasuqi dari kumpulan pidato-pidato atau ceramah-ceramah yang dilakukan al-Sya'rawi. Sementara itu, hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Tafsir al-Sya'rawi di takhrij oleh Ahmad ‘Umar Hasyim. Kitab ini diterbitkan oleh Akhbar al-Yaum Idarah al-Kutub wa al-Maktabah pada tahun 1991 (tujuh tahun sebelum al-Sya'rawi meninggal dunia). Dengan demikian, Tafsir al-Sya'rawi ini merupakan kumpulan hasil-hasil pidato atau ceramah al-Sya'rawi yang kemudian di edit dalam bentuk tulisan buku oleh murid-muridnya.
3. Sekilas Tentang Kitab As-Sya’rawi
Kitab ini terdiri dari 18 jilid yang dapat digambarkan dalam tabel berikut ini:
NO. JILID ISI
1. I Pendahuluan, Qs. al-fatihah sampai Qs. al-Baqarah ayat 154
2. II Qs. al-Baqarah ayat 155 sampai Qs. Ali Imran ayat 13.
3. III Qs. Ali Imran ayat 14 sampai 189.
4. IV Qs. Ali Imran ayat 190 sampai Qs. An-Nisa’ ayat 100.
5. V Qs. An-Nisa’ ayat 101 sampai Qs. Al-Maidah: 54.
6. VI Qs. Al-Maidah: 55 sampai Qs. al-An’am: 109.
7. VII Qs. al-An’am: 110 sampai Qs. al-A’raf: 188.
8. VIII Qs. al-A’raf: 189 sampai Qs. At-Taubah: 44
9. IX Qs. At-Taubah: 45 sampai Qs. Yunus: 14.
10. X Qs. Yunus: 15 sampai Qs. Hud: 27.
11. XI Qs. Hud: 28 sampai Qs. Yusuf: 96.
12. XII Qs. Yusuf: 97 sampai Qs. Al-Hjr: 47.
13. XIII Qs. Al-Hjr: 48 sampai Qs. Al-Isra’: 4.
14. XIV Qs. Al-Isra’: 5 sampai Qs. Al-Kahfi; 98.
15. XV Qs. Al-Kahfi; 99 sampai Qs. Al-Anbiya’: 90.
16. XVI Qs. Al-Anbiya’: 91 sampai Qs.an-Nur: 35.
17. XVII Qs.an-Nur: 36 sampai Qs. Al-Qasas: 29.
18. XVIII Qs. Al-Qasas: 30 sampai Qs. Ar-Rum: 58.
Berdasarkan tabel tersebut, maka tafsir ini tidak memuat dari surah Luqman hingga surah an-Nas atau dari pertengahan Juz 21 hingga akhir Juz 30 dalam al-Qur'an.
C. Karakteristik Penafsiran Kitab Mutawali al-Sya’rawi
Dalam menyusun tafsirnya, Sya’rawi mengikatkan diri pada sistemtika tartib mushafi dalam menjelaskan al-Qur’an ayat demi ayat, dan surat demi surat. Menyingkap segi munasabah dan memanfaatkan asbabul nuzul, Hadis-hadis nabi dan dipadukan dengan hasil pemikirannya.
Adapun coraknya adalah al-Adab al-Ijtima’I, yaitu corak tafsir yang cenderung kepada persoalan sosial kemasyarakatan melalui gaya bahasa. Penjelasannya tenang ayat al-Qur’an dititikberatkan pada sisi ketelitian redaksinya kemudian menyusun kandungan ayat tersebut dengan tujuan untuk memaparkan maksud-maksud al-Qur’an.
Secara keseluruhan, penafsiran yang dihasilkan oleh al-Sya’rawi dengan menggunakan metode dan corak tersebut adalah manifestasi nyata dakwah yang bepuluh-puluh tahun dilakukannya. Ia lebih mengedapankan yang lebih menggunakan bahasa perasaan dalam penfsiran al-Qur’an.
Dalam hal ini ‘Usman Abd al-Rahim al-Qamihi menyimpulkan metode dan langkah-langkah yang ditempuh al-Sya'rawi dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an, yakni:
1. Dalam tafsir ini memuat perenungan-perenungan dan pandangan-pandangan yang tajam.
2. Mengandung tafsir maudu’i, yakni dalam membahas ayat al-Qur'an ia mencoba mengkajinya pada satu tema.
3. Tafsir ini merupakan Tafsir Sauti (hasil ceramah yang kemudian ditulis).
4. Al-Sya'rawi adalah orang yang ahli dalam bahasa dan sastra Arab, maka ia selalu berangkat dari analisa bahasa ketika menafsirkan sebuah ayat.
5. Berusaha menyingkap Fasahah al-Qur'an i (kehebatan al-Qur'an) dan rahasia sistematikanya.
6. Tujuan dari tafsir ini adalah untuk perbaikan sosial (al-islah al-ijtima’i), moral, dan tarbawi (pendidikan).
7. Menyingkap ayat-ayat hukum dan melihat asbab an-nuzul-nya.
8. Menggabungkan antara pendalaman dan kesederhanaan dalam menafsirkan dan menyampaikannya.
9. Menggunakan metode Analisis dan Tematik, dan berusaha menghubungkan antara ayat (munasabah al-ayat).
10. Terkadang bernuansa sufistik.
11. Menggunakan gaya bahasa (uslub), retoris-dialogis (al-mantiqi al-jadali).
12. Menyingkap penemuan-penemuan ilmiah dalam al-Qur'an.
Sampai di sini dapat dikatakan bahwa karakteristik dari kitab Tafsir al-Sya'rawi adalahTafsir Sauti (hasil ceramah yang kemudian ditulis), dengan pembahasan yang luas, tidak terikat oleh satu metode tertentu dalam metodologi tafsir al-Qur'an. Sementara itu, secara umum corak dari kitab tafsir ini adalah adabi ijtima’i yakni sosial kemasyarakatan, progresif untuk melakukan perubahan dan perbaikan kehidupan sosial yang lebih baik. Dikatakan secara umum, karena tafsir ini tidak menekankan corak, melainkan menekankan pengungkapan “ruh” al-Qur'an sebagai sumber hidayah bagi umat manusia.
D. Poligami Menurut al-Sya’rawi
1. Tafsir al-Sya’rawi atas ayat Poligami
Al-qur’an berkaitan dengan hukum poligami, tidak mewajibkan, tidak memandang baik, tetapi hanya membolehkannya dengan syarat-syarat yang amat ketat, yaitu kemampuan untuk berbuat adil, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surah al-Nisa’ ;2-3.
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.. Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Al-Sya’rawi mengatakan sehubungan dengan ayat tersebut:
“Hukum asal dari poligami pada tahap awal adalah ibahah (boleh) bukan wajib, dalam arti Islam tidak mewajibkan laki-laki untuk melakukan poligami. Mengawini perempuan walaupun berjumlah satu orang hukumnya tetap mubah. Selama mubah, maka pelaksanaannya tergantung keinginan manusia yang melaksanakannya.
Apabila kamu mengambil suatu hukum , maka ambillah berikut syaratnya jangan mengambil bolehnya poligami dan meninggalkan syaratnya yaitu berlaku adil, karena ini akan menimbulkan kerusakan.
Manhaj Ilahi harus diambil secara utuh dalam satu kesatuan. Kenapa perempuan membenci poligami? Karena dia menemukan suami yang menikahi istri kedua melantarkan istri pertama. Hal ini mencamarkan nama abik hukum Islam, karena tidak dilakukan dalam satu kesatuan. Kalaulah suami bertindak adil dalam menggauli, member nafkah, tempat dan giliran bagi para istrinya, maka hal ini menjadi percontohan bagi keadilan yang didinginkan Islam.
Dalam pengertian lain, keadilan yang di inginkan ialah pemeratan bagi semua istri dalam memperoleh hak: tempat tinggal, waktu, dan giliran. Hal inin mampu dilakukan oleh semua suami.
Aisayah menkisahkan bahwa Rasulullah membagikan segala sesuatu kepada seluruh istrinya dengan bagian sama rata, lalu beliau bersabda: “Ya Allah inilah yang bisa saya bagi dari apa-apa yang kumiliki, maka jangan mencaciku terhadap apa-apa yang Kamu miliki dan tidak dan tidak saya miliki (hati).” (HR Imam Ahmad, Abu DAud dan ad-Darimi).
Poligami mempunyai nilai positif. Seandainya sudah kurang interes terhadap isterinya, apa yang harus dia lakukan? Apakah ia harus menceraikannya dan mencari perempuan lain, atau dia memaduhnya dengan isteri baru? Di antara Negara muslim ada yang membolehkan diterapkannya poligami, bukan karena islam yang mencetuskannya, tapi karena keadaan masyarakat mewajibkan hal itu diberlakukan guna memecahkan problematika kehidupan mereka, guna mencegah perselingkuahan. Teman selingkuh ini telah merusak tatanan kehidupan masyarakat dan menyebabkan bayi lahir tanpa ayah.
Istri kedua merupakan satu solusi untuk mewujudkan suasana bersih di tengah masyarakat. Perkawinan suami itu dangan istri kedua itu diketahui oleh semua orang , dan selanjutnya suami akan bertanggung jawab atas kelangsungan hidup istri berikut anak-anaknya.
1. Tafsir al-Sya’rawi atas ayat Poligami
Al-qur’an berkaitan dengan hukum poligami, tidak mewajibkan, tidak memandang baik, tetapi hanya membolehkannya dengan syarat-syarat yang amat ketat, yaitu kemampuan untuk berbuat adil, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an surah al-Nisa’ ;2-3.
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.. Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Al-Sya’rawi mengatakan sehubungan dengan ayat tersebut:
“Hukum asal dari poligami pada tahap awal adalah ibahah (boleh) bukan wajib, dalam arti Islam tidak mewajibkan laki-laki untuk melakukan poligami. Mengawini perempuan walaupun berjumlah satu orang hukumnya tetap mubah. Selama mubah, maka pelaksanaannya tergantung keinginan manusia yang melaksanakannya.
Apabila kamu mengambil suatu hukum , maka ambillah berikut syaratnya jangan mengambil bolehnya poligami dan meninggalkan syaratnya yaitu berlaku adil, karena ini akan menimbulkan kerusakan.
Manhaj Ilahi harus diambil secara utuh dalam satu kesatuan. Kenapa perempuan membenci poligami? Karena dia menemukan suami yang menikahi istri kedua melantarkan istri pertama. Hal ini mencamarkan nama abik hukum Islam, karena tidak dilakukan dalam satu kesatuan. Kalaulah suami bertindak adil dalam menggauli, member nafkah, tempat dan giliran bagi para istrinya, maka hal ini menjadi percontohan bagi keadilan yang didinginkan Islam.
Dalam pengertian lain, keadilan yang di inginkan ialah pemeratan bagi semua istri dalam memperoleh hak: tempat tinggal, waktu, dan giliran. Hal inin mampu dilakukan oleh semua suami.
Aisayah menkisahkan bahwa Rasulullah membagikan segala sesuatu kepada seluruh istrinya dengan bagian sama rata, lalu beliau bersabda: “Ya Allah inilah yang bisa saya bagi dari apa-apa yang kumiliki, maka jangan mencaciku terhadap apa-apa yang Kamu miliki dan tidak dan tidak saya miliki (hati).” (HR Imam Ahmad, Abu DAud dan ad-Darimi).
Poligami mempunyai nilai positif. Seandainya sudah kurang interes terhadap isterinya, apa yang harus dia lakukan? Apakah ia harus menceraikannya dan mencari perempuan lain, atau dia memaduhnya dengan isteri baru? Di antara Negara muslim ada yang membolehkan diterapkannya poligami, bukan karena islam yang mencetuskannya, tapi karena keadaan masyarakat mewajibkan hal itu diberlakukan guna memecahkan problematika kehidupan mereka, guna mencegah perselingkuahan. Teman selingkuh ini telah merusak tatanan kehidupan masyarakat dan menyebabkan bayi lahir tanpa ayah.
Istri kedua merupakan satu solusi untuk mewujudkan suasana bersih di tengah masyarakat. Perkawinan suami itu dangan istri kedua itu diketahui oleh semua orang , dan selanjutnya suami akan bertanggung jawab atas kelangsungan hidup istri berikut anak-anaknya.
2. Pandangan Sayyid Quthb tentang Poligami
Suatu rumah tangga yang baik dan harmonis dapat diwujudkan oleh perkawinan monogamy. Adanya poligami dalam rumah tangga dapat menimbulkan banyak hal yang mengganngu ketentraman rumah tangga tersebut.
Akann tetapi manusia dengn fitrah kejadiannya memerlukan hal-hal yang dapat menyimpangkannya dari monogamy. Hal tersebut bukanlah karena dorongan seks semata, akan tetapi justru untuk mencapai kemaslahatan mereka sendiri yang karenanya Allah membolehkan (menurut fuqaha) atau member hokum keringanan untuk kaum lelaki untuk melakukn poligami.
3. Pamdangan Ali al-Saubuni tentang Poligami
Ada sebab-sebab yang memaksa, yang menjadikan poligami suatu keharusan, seperti kemudahan pada istri, atau karena istri menderita penyakit yang tidak memungkinkan bagi suaminya untuk mencampurinya, atau sebab-sebab lain yang amat penting yang dapat dimaklumi oleh setiap orang dengan mudah.
E. Pularisme Agama dalam kitab As-Sya’rawi
Dalam kitab tafsir As-Sya'rawi yang membahas mengenai pularisme agama yai tu terdapat dalam Q S al- Baqarah {2}: 62 yang bunyinya
ان الذين ءامنوا والذين هادوا والنصرى والصبئين من ءامن بالله واليوم الاخر وعمل صلحا فلهم اجرهم عند ربهم ولاخوف عليهم ولاهم يحزنون (62)
Artinya: Sesungguhnya mukminin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tdak pula mereka bersedih hati.
Setelah Allah menerangkan tentang Bani Israel dan kekufuran mereka atas nikmat di sini Allah memaparkan pahala umat-umat sebelum Nabi Muhammad pada hari kiamat kelak. Ayat yang sejenis juga tertulis di surat al-Maidah. ان الذين ءامنوا والذين هادوا والصبئون والنصرى Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani. (Q S al-Maidah {5}: 69)
Perbedaan kedua ayat itu: jika dalam al-Maidah as-Shabin mendahului an-Nashara, sedangkan dalam surat al-Baqarah sebaliknya. Dalam surat al-Baqarah tertulis as-Shabiin dan al-Maidah as-Shabiun. Ayat yang senada juga tertulis dalam surat al-Hajj-17,
ان الذين امنوا والذين هادوا والصابئين والنصارى والمجوس والذين اشركوا ان الله يفصل بينهم يوم القيامة ان الله على كل شيء شهيد
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shabiin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akn memberikan keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
Ketika ayat ini isinya berdekatan namun perbedaannya banyak, itulah yang menyebabkan ayat ini berulang-ulang. Pertama, dikedepankan as-Shabiun sekali dikebelakangkan. Kedua, dalam dua ayat al-Baqarah dan al-Maidah tidak ada tambahan, sebagaiamana tambahan dalam surat al-Hajj والمجوس والذين اشركوا. Ketiga, khabar di surat al-Hajj adalah ان الله يفصل بينهم يوم القيامة ان الله على كل شيء شهيد, sedangkan pada surat al-Baqarah dan al-Maidah فلهم اجرهم
Ketika Allah menciptakan Adam dan menurunkannya di muka bumi untuk memakmurkannya, bersama ini diturunkannya hidayah. Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. (QS Thaha {20}: 123).
Adam telah menyampaikan hidayah kepada anak-anaknya dan anak-anaknya menyampaikan kepada anak-anaknya pula dan seterusnya, namun manusia disibukkan oleh kehidupan sehingga mereka lupa.
Maksud kata الذين امنوا adalah orang yang beriman mulai dari masa Nabi Adam dan nabi-nabi seterusnya, termasuk kepada nabi Musa (Yahudi) dan Nabi Isa (Kristen) serta ajaran as-Shabiah. Allah ingin menyampaikan kepada mereka yang beriman ini bahwa masa iman mereka sudah habis, dan mereka harus mengikuti apa yang dibawa Nabi Muhammad, walaupun ia pernah hidup pada masa Nabi Adam atau Idris, Nuh, Ibrahim, Hud, dst. Agama Islam telah mengapuskan aqidah terdahulu yang pernah ada di muka bumi dan menjadikan terfokus pada satu agama.
Dengan demikian, Allah ingin menepis dugaan orang yang mengikuti agama sebelum datangnya Islam bahwa agama mereka masih relevan.
Dan barang siapa yang mengikuti selain agama Islam sebagai agama maka tidak akan diterima (QS Ali-Imran {3}:85). Ditambah dengan, Sesungguhnya agama yang benar disisi Allah hanya agama Islam. (QS Ali-Imran {3]: 19)
(Q S al-Maidah {5}: 69):
ِان الذين ءامنوا والذين هادوا والصبئون والنصرى منءامن بالله واليوم الاخر وعمل صلحا فلا خوف عليهم ولاهم يحزنون (69)
Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin, Yahudi, Shabiin dan Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Ini adalah ayat yang menjelaskan adanya pengingkaran terhadap risalah Muhammad.
Kata ءامنوا beriman dalam ayat ini adalah iman lisan dan bukan iman hati. Ciri-ciri orang yang memiliki iman ini adalah orang-orang munafik, Yahudi, Nasrani, Shabiun dan Majusi atau para penyembah api. Shabiun adalah para pengikut Nabi Nuh yang kemudian menyembah bintang-bintang, atau disebut orang yang membelot dari golongan Yahudi dan Nasrani dan kemudian menyembah malaikat. Disini Allah ingin memberikan ujian keimanan. Barangsiapa yang mengikuti ujian ini, akan dihapuskan kejahatan-kejahatan yang diperbuatnya sebelum Islam.
فلهم اجرهم عند ربهم mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati, Allah akan mengampuni dosa-dosa sebelumnya dan memberikan pahala atas amal shaleh yang mereka kerjakan, selama mereka tidak melakukan maksiat dan dosa.
Pada ayat al-Maidah, kalimat فلهم اجرهم عند ربهم tidak disebutkan. Hal ini karena dia telah disebutkan dalam surat al-Baqarah: 62. Metode semacam ini bias dikatagorikan sebagai حمل المطلق على المقيد membawa yang mutlak pada yang bersyarat. Serdangkan pada surat al-Hajj: 17, laksana sebuah keputusan bahwa: ان الله يفصل بينهم يوم القيامة Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat, seakan-akan mereka tidak pernah beriman dan beramal saleh.
Dengan begitu, hal ini menunjukkan bahwa ada kelompok Yahudi yang telah tahu bahwa Tuhan ada dan Musa dating untuk menyampaikan pesan-pesan tersebut. Juga ada kelompok Nasrani yang telah tahu bahwa Tuhan ada dan Isa datang untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan tersebut. Ada juga kaum munafik yang menyatakan bahwa mereka beriman, tapi sedikitpun iman tersebut tidak menyentuh hati mereka.
Allah memberikan peluang bagi setiap orang untuk beriman dan menuntaskan segala sesuatu yang bersifat syirik. Andai orang-orang munafik, Yahudi, Nasrani, dan Shabiun beriman dan beramal shaleh, maka mereka akan mendapat pahala dari Allah. Mereka tidak perlu takut terhadap azab akhirat dan tidak bersedih atas segala yang luput ataupun hilang dari mereka ketika berada di dunia.
Perbuatan saleh disebutkan setelah iman, sebab bila iman tidak di iringi dengan amal saleh, dia akan bersifat pasif dan tidak memberikan manfaat. Allah hendak menjadikan iman sebagai penyetir segala aktifitas manusia melalui amal saleh.
Mereka yang tetap kukuh berada dalam kekafiran, maka Allah akan memberikan keputusan di antara mereka pada hari kiamat, karena ان الله على كل شيء شهيد Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. Kata memberikan keputusan menunjukkan bahwa Allah akan memberi keputusan yang akan menampakkan golongan yang benar dari golongan lainnya.
F. Kesimpulan
Model Tafsir Sauti (hasil ceramah yang kemudian ditulis), dengan pembahasan yang luas, tidak terikat oleh satu metode tertentu dalam metodologi tafsir al-Qur'an ketika mengungkap “ruh” al-Qur'an sebagai sumber hidayah bagi perubahan dan perbaikan kehidupan sosial adalah salah satu karakteristik yang dimiliki oleh tafsir Tafsir al-Sya'rawi ini.
Daftar Pustaka
Amiruddin, Adanan ,Konsep ar-Rizq dalam Tafsir asy-Sya’rawi, (Skripsi S1 Fakultas Ushuludiin dan Filsafat UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2008)
al-Farmawi, Abdul Hayy, Metode Tafsir MAuhu’I, Jakarta: PT Raja Grafindo Utama, 1996
Sya’rawi, Mutawalli, Terj Tafsir Sya’rawi Renungan Seputar kitab Tafsir al-Qur’an, Jakarta: Duta Azhar, 2005
Tsauri, Sofyan, Kenaikan Isa al-Masih menurut Mutawalli al-Sya’arawi, , (Skripsi S1 Fakultas Ushuludiin dan Filsafat UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2007)
Adib, diakses dari http://islamuna-adib.blogspot.com/2010/03/karakterstik-tafsir-as-syarawi.html
Ada sebab-sebab yang memaksa, yang menjadikan poligami suatu keharusan, seperti kemudahan pada istri, atau karena istri menderita penyakit yang tidak memungkinkan bagi suaminya untuk mencampurinya, atau sebab-sebab lain yang amat penting yang dapat dimaklumi oleh setiap orang dengan mudah.
E. Pularisme Agama dalam kitab As-Sya’rawi
Dalam kitab tafsir As-Sya'rawi yang membahas mengenai pularisme agama yai tu terdapat dalam Q S al- Baqarah {2}: 62 yang bunyinya
ان الذين ءامنوا والذين هادوا والنصرى والصبئين من ءامن بالله واليوم الاخر وعمل صلحا فلهم اجرهم عند ربهم ولاخوف عليهم ولاهم يحزنون (62)
Artinya: Sesungguhnya mukminin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tdak pula mereka bersedih hati.
Setelah Allah menerangkan tentang Bani Israel dan kekufuran mereka atas nikmat di sini Allah memaparkan pahala umat-umat sebelum Nabi Muhammad pada hari kiamat kelak. Ayat yang sejenis juga tertulis di surat al-Maidah. ان الذين ءامنوا والذين هادوا والصبئون والنصرى Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani. (Q S al-Maidah {5}: 69)
Perbedaan kedua ayat itu: jika dalam al-Maidah as-Shabin mendahului an-Nashara, sedangkan dalam surat al-Baqarah sebaliknya. Dalam surat al-Baqarah tertulis as-Shabiin dan al-Maidah as-Shabiun. Ayat yang senada juga tertulis dalam surat al-Hajj-17,
ان الذين امنوا والذين هادوا والصابئين والنصارى والمجوس والذين اشركوا ان الله يفصل بينهم يوم القيامة ان الله على كل شيء شهيد
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shabiin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akn memberikan keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
Ketika ayat ini isinya berdekatan namun perbedaannya banyak, itulah yang menyebabkan ayat ini berulang-ulang. Pertama, dikedepankan as-Shabiun sekali dikebelakangkan. Kedua, dalam dua ayat al-Baqarah dan al-Maidah tidak ada tambahan, sebagaiamana tambahan dalam surat al-Hajj والمجوس والذين اشركوا. Ketiga, khabar di surat al-Hajj adalah ان الله يفصل بينهم يوم القيامة ان الله على كل شيء شهيد, sedangkan pada surat al-Baqarah dan al-Maidah فلهم اجرهم
Ketika Allah menciptakan Adam dan menurunkannya di muka bumi untuk memakmurkannya, bersama ini diturunkannya hidayah. Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. (QS Thaha {20}: 123).
Adam telah menyampaikan hidayah kepada anak-anaknya dan anak-anaknya menyampaikan kepada anak-anaknya pula dan seterusnya, namun manusia disibukkan oleh kehidupan sehingga mereka lupa.
Maksud kata الذين امنوا adalah orang yang beriman mulai dari masa Nabi Adam dan nabi-nabi seterusnya, termasuk kepada nabi Musa (Yahudi) dan Nabi Isa (Kristen) serta ajaran as-Shabiah. Allah ingin menyampaikan kepada mereka yang beriman ini bahwa masa iman mereka sudah habis, dan mereka harus mengikuti apa yang dibawa Nabi Muhammad, walaupun ia pernah hidup pada masa Nabi Adam atau Idris, Nuh, Ibrahim, Hud, dst. Agama Islam telah mengapuskan aqidah terdahulu yang pernah ada di muka bumi dan menjadikan terfokus pada satu agama.
Dengan demikian, Allah ingin menepis dugaan orang yang mengikuti agama sebelum datangnya Islam bahwa agama mereka masih relevan.
Dan barang siapa yang mengikuti selain agama Islam sebagai agama maka tidak akan diterima (QS Ali-Imran {3}:85). Ditambah dengan, Sesungguhnya agama yang benar disisi Allah hanya agama Islam. (QS Ali-Imran {3]: 19)
(Q S al-Maidah {5}: 69):
ِان الذين ءامنوا والذين هادوا والصبئون والنصرى منءامن بالله واليوم الاخر وعمل صلحا فلا خوف عليهم ولاهم يحزنون (69)
Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin, Yahudi, Shabiin dan Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Ini adalah ayat yang menjelaskan adanya pengingkaran terhadap risalah Muhammad.
Kata ءامنوا beriman dalam ayat ini adalah iman lisan dan bukan iman hati. Ciri-ciri orang yang memiliki iman ini adalah orang-orang munafik, Yahudi, Nasrani, Shabiun dan Majusi atau para penyembah api. Shabiun adalah para pengikut Nabi Nuh yang kemudian menyembah bintang-bintang, atau disebut orang yang membelot dari golongan Yahudi dan Nasrani dan kemudian menyembah malaikat. Disini Allah ingin memberikan ujian keimanan. Barangsiapa yang mengikuti ujian ini, akan dihapuskan kejahatan-kejahatan yang diperbuatnya sebelum Islam.
فلهم اجرهم عند ربهم mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati, Allah akan mengampuni dosa-dosa sebelumnya dan memberikan pahala atas amal shaleh yang mereka kerjakan, selama mereka tidak melakukan maksiat dan dosa.
Pada ayat al-Maidah, kalimat فلهم اجرهم عند ربهم tidak disebutkan. Hal ini karena dia telah disebutkan dalam surat al-Baqarah: 62. Metode semacam ini bias dikatagorikan sebagai حمل المطلق على المقيد membawa yang mutlak pada yang bersyarat. Serdangkan pada surat al-Hajj: 17, laksana sebuah keputusan bahwa: ان الله يفصل بينهم يوم القيامة Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat, seakan-akan mereka tidak pernah beriman dan beramal saleh.
Dengan begitu, hal ini menunjukkan bahwa ada kelompok Yahudi yang telah tahu bahwa Tuhan ada dan Musa dating untuk menyampaikan pesan-pesan tersebut. Juga ada kelompok Nasrani yang telah tahu bahwa Tuhan ada dan Isa datang untuk menyampaikan pesan-pesan Tuhan tersebut. Ada juga kaum munafik yang menyatakan bahwa mereka beriman, tapi sedikitpun iman tersebut tidak menyentuh hati mereka.
Allah memberikan peluang bagi setiap orang untuk beriman dan menuntaskan segala sesuatu yang bersifat syirik. Andai orang-orang munafik, Yahudi, Nasrani, dan Shabiun beriman dan beramal shaleh, maka mereka akan mendapat pahala dari Allah. Mereka tidak perlu takut terhadap azab akhirat dan tidak bersedih atas segala yang luput ataupun hilang dari mereka ketika berada di dunia.
Perbuatan saleh disebutkan setelah iman, sebab bila iman tidak di iringi dengan amal saleh, dia akan bersifat pasif dan tidak memberikan manfaat. Allah hendak menjadikan iman sebagai penyetir segala aktifitas manusia melalui amal saleh.
Mereka yang tetap kukuh berada dalam kekafiran, maka Allah akan memberikan keputusan di antara mereka pada hari kiamat, karena ان الله على كل شيء شهيد Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. Kata memberikan keputusan menunjukkan bahwa Allah akan memberi keputusan yang akan menampakkan golongan yang benar dari golongan lainnya.
F. Kesimpulan
Model Tafsir Sauti (hasil ceramah yang kemudian ditulis), dengan pembahasan yang luas, tidak terikat oleh satu metode tertentu dalam metodologi tafsir al-Qur'an ketika mengungkap “ruh” al-Qur'an sebagai sumber hidayah bagi perubahan dan perbaikan kehidupan sosial adalah salah satu karakteristik yang dimiliki oleh tafsir Tafsir al-Sya'rawi ini.
Daftar Pustaka
Amiruddin, Adanan ,Konsep ar-Rizq dalam Tafsir asy-Sya’rawi, (Skripsi S1 Fakultas Ushuludiin dan Filsafat UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2008)
al-Farmawi, Abdul Hayy, Metode Tafsir MAuhu’I, Jakarta: PT Raja Grafindo Utama, 1996
Sya’rawi, Mutawalli, Terj Tafsir Sya’rawi Renungan Seputar kitab Tafsir al-Qur’an, Jakarta: Duta Azhar, 2005
Tsauri, Sofyan, Kenaikan Isa al-Masih menurut Mutawalli al-Sya’arawi, , (Skripsi S1 Fakultas Ushuludiin dan Filsafat UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2007)
Adib, diakses dari http://islamuna-adib.blogspot.com/2010/03/karakterstik-tafsir-as-syarawi.html
0 komentar